01 Maret 2013

lengsernya salafi di tangerang

lengsernya salafi di tangerang

Di mana-mana Wahabi Salafi selalu membuat masalah di dalam penyebaran dakwah mereka. Mereka tidak segan-segan memvonis bid’ah dan musyrik secara sembarangan kepada orang-orang beriman yang tidak sepaham dengan mereka. Olehkarena itu, dakwah mereka harus segera diluruskan agar tidak menimbulkan pertengkaran dan perpecahan di kalangan umat Islam, dan tidak menjadikan ancaman bagi kehidupan masyarakat yang berbangsa dan bernegara, seperti apa yang terjadi di masyarakat Perum Pondok Makmur Kotabaru (dekat Kotabumi), Kabupaten Tangerang – Propinsi Banten. Sebelum awal tahun 2011 suasana kehidupan di lingkungan masyarakat masjid “Nurul Hidayah” Perumahan Pondok Makmur Kotabaru
Kabupaten Tangerang berjalan dengan aman dan penuh kedamaian, meskipun ada sedikit masalah khilafiyah yang terjadi di masyarakat itu. Karena, di masyarakat itu jika ada permasalahan yang dapat menimbulkan perpecahan dan pertentangan, mereka dapat meredamnya dengan sangat baik sekali dan mengedepankan toleransi atau tasamuh (saling hormat-menghormati satu sama lain), sehingga permasalahan itu dapat diselsaikan dengan baik tanpa menimbulkan perpecahan dan pertentangan sedikitpun juga. Mereka juga suka saling tolong-menolong satu sama lain, sering bertukar pikiran pendapat, dan berbagi pengalaman dalam masalah yang menyangkut kehidupan mereka. Hampir di setiap malam, baik malam Ahad maupun malam liburan kerja lainnya, masjid “Nurul Hidayah” yang berada di sana banyak dikunjungi jama’ah dan jumlahnya cukup ramai untuk melaksanakan kegiatan ibadah shalat dan kegiatan keislaman lainnya yang sudah menjadi tradisi di masyarakat itu. Kegiatan tersebut berlangsung cukup lama sekali dan tidak ada seorangpun yang berani mengusik atau usilan terhadap kegiatan keagamaan yang mereka lakukan. Namun, sangat disayangkan sekali, di pertengahan tahun 2011, kehidupan keagamaan masyarakat itu, yang tadinya penuh dengan kedamaian dan mempunyai rasa toleransi, kini berganti dengan pertentangan dan pertengkaran setelah kedatangan kelompok Wahabi Salafi, yang dipimpin oleh seorang ustadz berinisial “K”. Hal itu sangat mempengaruhi keberadaan masjid “Nurul Hidayah”, yang tadinya ramai dikunjungi jama’ah, sehingga semakin hari semakin berkurang saja jama’ahnya. Bahkan di antara sesama jama’ahpun saling bertengkar dan membenci hanya karena urusan sepele di seputar masalah “khilafiyah”, yaitu mengenai apa yang suka dibid’ah-bid’ahkan dan dimusyrikkan-musyrikkan oleh jama’ah Wahabi Salafi yang tidak berakhlak itu, seperti masalah tahlilan, tawasullan, selamatan kematian, dzikir berjama’ah, peingatan maulid Nabi SAW dan sebagainya. Padahal sebelumnya, ustadz Wahabi Salafi yang bernama Kusnadi. Julukannya: Abu Abdillah.” itu tidak diterima kehadiran dakwahnya di masjid-masjid di sekitar Kotabumi Kabupaten Tangerang, termasuk masjid yang dimiliki Muhammadiyah. Karena, di setiap isi dakwahnya selalu dipenuhi dengan cercaan, makian, dan hinaan terhadap amalan-amalan yang tidak sepaham dengannya. Sehingga, hal itu dapat menjadikankan fitnah, yang dapat menimbulkan kebencian dan perpecahan di tengah-tengah masyarakat. Dalam penyampaian dakwahnya, ustadz “K” melarang mengadakan Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), seperti Maulid Nabi SAW, Isra’ Mi’raj, melarang selamatan kematian dan sebagainya. Katanya, semua peringatan itu tidak ada tuntunannya dari Nabi SAW dan berasal dari kaum Yahudi dan Nasrani dan merupakan tradisi agama Hindu / Budha. Jadi, semuanya bid’ad dan setiap bid’ah itu sesat dan masuk neraka. Sabda Nabi SAW: وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ "Dan semua perkara yang baru adalah bid'ah dan seluruh bid'ah adalah kesesatan dan seluruh kesesatan di neraka" (HR An-Nasaai no 1578). Begitupula, ustadz “K” mengajarkan aqidah mujassimah Wahabi Salafi kepada masyarakat termasuk anak-anak, seperti Allah bertempat di Arasy, Allah punya tangan, wajah, dan sebagainya. Berarti dia menyamakan Allah SWT dengan makhluk, meskipun sesuai dengan keagungan-Nya. Jadi, aqidah yang dia ajarkan bertentangan dengan aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah. Karena, di antara sifat yang wajib bagi Allah itu adalah “Al-Mukhalafah lil Hawadits”. Artinya: Allah berbeda dengan makhluk. Sedangkan, lawan dari sifat “Al-Mukhalafah lil Hawadits” adalah sifat “Al-Mumatsalah lil Hawadits”. Artinya” Allah tidak sama seperti makhluk”, yang merupakan salah satu sifat yang mustahiil bagi Allah SWT. Dalam ilmu aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah, di antara sifat yang wajib bagi Allah SWT adalah sifat "Al-Mukhalafah lil Hawaditsi". Artinya: Allah SWT berbeda dengan makhluk, baik dalam segi dzat-Nya, sifat-sifat-Nya, maupun pekerjaan-pekerjaan-Nya, sebagaimana diterangkan dalam kitab "Tijan ad-Darari" karya Syeikh Nawawi bin Umar Al-Bantani halaman 9-10, cetakan "Darul Kutub al-Islamiyyah", Kalibata - Jakarta Selatan, yang artinya sebagai berikut: Dan wajib bagi hak Allah ta'ala bersifat Al-Mukhalafah lil Hawaditsi (berbeda dengan sekalian makhluk). Adapun sifat berbeda dengan sekalian makhluk adalah sebuah ungkapan tentang peniadaan sesuatu yang berkaitan dengan jirim (bentuk suatu benda, baik benda hidup maupun benda mati), 'aradh (sifat makhluk), keseluruhan (universal), bagian-bagian (parsial), dan kelaziman-kelazimannya (ketetapan-ketetapan yang tidak terlepas darinya) dari Dzat Allah SWT. Kelaziman kategori 'jirim' adalah menempati suatu tempat. Kelaziman kategori 'aradh' tetap pada dzat lain suatu benda. Kelaziman kategori 'universal' adalah berukuran besar. Kelaziman kategori 'parsial' adalah berukuran kecil, dan lain sebagainya. Adapun artinya sifat "Al-Mukhalafah lil Hawaditsi" sebagaimana yang telah diceritakan adalah bahwa Allah ta'ala tidak sama dengan sekalian makhluk. Olehkarena itu, apabila setan melontarkan kata-kata di dalam hatimu, yaitu: Apabila Dia bukan jirim, bukan 'aradh, bukan universal, dan bukan pula parsial, maka apakah hakekatnya Dia? Jawablah oleh engkau untuk menyanggah perkataannya tersebut !: Tidak ada yang mengetahui Allah kecuali Allah sendiri. Tidak ada sesuatu pun yang dapat menyerupai-Nya. Dia adalah Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Dia bukanlah jisim (benda atau materi) yang bisa digambarkan dan bukan pula jauhar (benda atau materi terkecil) yang dapat dibatasi dan diperkirakan ukurannya. Dia tidak mempunyai tangan, mata, telinga dan lain sebagainya dari sifat-sifat sekalian makhluk. Karena, Dia tidak menyerupai jisim-jisim (bentu-bentuk suatu benda atau materi), tidak di dalam ukurannya, dan tidak pula bisa dibagi-bagi. Begitupula, jauhar (benda atau materi terkecil) tidak dapat menempati-Nya. Dia bukanlah 'Aradh (sifat makhluk), dan 'aradh-aradh tidak dapat menempati-Nya. Dia tidak menyerupai sesuatu yang maujud (pada makhluk), dan sesuatu yang maujud /ada tidak dapat menyerupai-Nya. Dia tidak bisa dibatas oleh ukuran. Dia tidak bisa diliputi oleh sudut-sudut tempat dan arah. Begitupula, Dia tidak bisa dikelilingi oleh bumi dan langit. Meskipun demikian, Dia lebih dekat kepada hamba-Nya daripada urat-urat nadi. Dia Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Kedekatan-Nya tidak sama seperti kedekatan bentuk-bentuk makhluk. Maha Luhur Allah dari anggapan bahwa Dia terlingkupi oleh tempat, sebagaimana ke-Maha Suci-an Dia dari anggapan bahwa Dia dapat dibatasi oleh zaman. Dia Maha Ada sebelum zaman dan tempat diciptakan. Adanya Dia sekarang sebagaimana adanya Dia dahulu. Lawan dari sifat "Al-Mukhalafah lil Hawaditsi" adalah Al-Mumatsalah lil Hawaditsi (menyerupai makhluk). Adapun dalilnya sifat "Al-Mukhalafah lil Hawaditsi adalah: Seandainya Allah tidak berbeda dengan makhluk, maka Dia menyerupainya. Namun, menyerupai makhluk itu adalah sesuatu yang bathil. Karena, seandainya Dia menyerupai makhluk, maka Dia bersifat baru sepertinya halnya makhluk. Karena, semua ketetapan suatu benda bagi salah satu dua benda yang sama dapat memberikan ketetapan bagi benda yang lainnya. Akan tetapi, Dia bersifat baru, itu merupakan sesuatu yang mustahil. Karena, sesungguhnya telah ada dalil atas wajibnya sifat "Qadim" bagi Allah ta'ala. Dan ketika wajib bagi Allah ta'ala sifat "Al-Mukhalafah lil Hawaditsi", maka mustahil bagi-Nya lawan sifat tersebut. Adapun gambaran (penjelasan) dari sifat mustahil bagi Allah ta'ala, "Al-Mumatsalah lil Hawaditsi (menyerupai makhluk)" ada sepuluh perkara, yaitu: 1. Mustahil adanya Allah ta'ala itu berbentuk jirim (bentuk suatu makhluk), baik jirim murakkab yang disebut "jisim", maupun jirim ghoir murakkab yang disebut "jauhar fard". 2. Mustahil adanya Allah ta'ala itu berbentuk 'aradh, yang menempati jirim. 3. Mustahil adanya Allah ta'ala itu berada pada suatu arah dari jirim. Olehkarena itu, Dia tidak berada di atas 'arasy. Begitupula, Dia tidak berada di bawahnya, di sebelah kanannya, dan tidak pula berada di bagian arah-arah yang lain. 4. Mustahil Allah ta'ala itu mempunyai arah. Karena, Dia tidak mempunyai arah di bagian atas, bawah, kanan, kiri dari Dzat-Nya, dan lain sebagainya. 5. Mustahil Allah ta'ala itu menempati suatu tempat. 6. Mustahil Allah ta'ala itu terikat dengan suatu zaman, sedangkan gerakan-gerakan cakrawala di angkasa raya (seperti galaksi, planet dsb) berada dalam ruang lingkup zaman (waktu). 7. Mustahil terjadinya silih pergantian atas-Nya dua hal yang baru, yaitu siang dan malam. 8. Mustahil Dzat Allah ta'ala Yang Maha Luhur itu tersifatkan dengan sifat-sifat makhluk yang baru, seperti kekuasaan yang baru, kehendak yang baru, gerakan atau diam, putih atau hitam, dan lain sebagainya. 9. Mustahil Dzat Allah ta'ala tersifatkan dengan kecil atau besar dengan arti yang banyak bagian-bagian-Nya. 10. Mustahil Allah ta'ala itu tersifatkan dengan tujuan-tujuan di dalam penciptaan-penciptaan-Nya, hukum-hukum-Nya. Olehkarena itu, tidak ada hal itu di dalam penciptaan-Nya, seperti menciptakan Zaed karena ada suatu tujuan tertentu, yaitu karena ada kemashlahatan yang dapat membangkitkan semangat untuk melakukan perbuatan-Nya itu. Olehkarena itu, tidak bisa dipungkiri bahwa penciptaan Allah ta'ala tersebut karena ada hikmahnya. Seandainya tidak, maka perbuatan-Nya itu adalah perbuatan yang sia-sia. Sedangkan, perbuatan yang sia-sia itu mustahil berada pada hak Allah ta'ala. Masuk dan diterimanya kelompok Wahabi Salafi ke dalam masjid “Nurul-Hidayah” Perum Pondok Makmur Kotabaru Kabupaten Tangerang itu tidak lain karena peran serta ketua Dewan Kepengurusan Masjid (DKM) itu sendiri. Karena, mereka menggunakan strategi dakwah yang penuh dengan kelicikan dengan memutarbalikan fakta hukum dan sejarah. Selain itu, untuk memuluskan dan mengembangkan visi dan misi mereka, mereka terus melakukan pendekatan, mempengaruhi, dan berusaha mengambil hati para pengurus DKM itu dengan berbagai macam cara, sehingga lama-kelamaan semua pengurus masjid yang terdiri dari orang-orang yang masih awam dalam beragama itu terpengaruh dan terkena virus Wahabi Salafi. Akhirnya dakwah mereka diterima dan disambut dengan baik. Bahkan, mereka diizinkan untukm mengadakan pengajian rutinan mingguan, yang jama’ahnya didatangkan dari luar yang bukan dari anggota masyarakat Perum Pondok Makmur Kotabaru Kabupaten Tangerang. Untuk keberlangsungan pengajian rutinan mingguan itu, ketua DKM masjid “Nurul-Hidayah” berusaha membantu mencarikan kontrakan dan membiayai ustadz “K” untuk tinggal di dekat masjid itu. Bukan hanya itu saja, dia juga berusaha mencarikan kontrakan yang masih kosong untuk dijadikan tempat tinggal para pengikutnya, sehingga rumah-rumah kontrakan di sekitar masjid “Nurul-Hidayah” itu semuanya dipenuhi oleh para penghuni jama’ah Wahabi Salafi. Akhirnya untuk memuluskan jalan dakwah mereka, masjid itu dikuasai oleh jama’ah mereka (Wahabi Salafi), bahkan tak jarang di dalam imam shalat rawatib pun diangkat dari golongan mereka atas mandat dan periintah ketua DKM Masjid “Nurul-Hidayah”, yang sudah terkna pengaruh ajaran Wahabi / Salafi (Wahabisme / Salafisme). Kemudian, di awal tahun 2012, mereka berhasil menjalankan visi dan misi Wahabi Salafi dengan menduduki dan menguasai masjid “Nurul-Hidayah”. Pengajian rutinan, baik harian maupun mingguanpun berjalan dengan tertib dan lancar sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Akhirnya, segala bentuk kegiatan yang berkaitan dengan nilai ibadah (‘ubudiyah) yang tidak sesuai dengan paham mereka sedikit demi sedikit mereka rubah dan tiadakan, bahkan pengajian ibu-ibu pada setiap hari Jum’at pun sempat dihentikan. Karena, mereka menilai bahwa perbuatan itu termasuk perbuatan bid’ah dan dilarang dalam syari’at Islam. Bukan hanya itu saja, puncaknya pada bulan Ramadhan 1432 H. / Agustus 2012 M, ibadah shalat tarawih pun dirubah total, yang tadinya dua puluh raka’at dirubah menjadi delapan raka’at dan tanpa dzikir dan do’a setelah selesai melaksanakan shalat tarawih dan witir, hingga setiap kegiatan “Kultum” di bulan suci Ramadhan pun diisi dan dinominasi oleh para penceramah dari ustadz-ustadz Wahabi Salafi. Kemudian, pada awal bulan Juli 2012 mayoritas masyarakat tidak menerima dan bersebrangan dengan dakwah yang dibawa mereka, sehingga masyarakat setempat mengadakan pergerakan secara diam-diam untuk melengserkan kepengurusan DKM masjid “Nurul-Hidayah” Perum Pondok Makmur Kotabaru Kabupaten Tangerang, yang mem-“back up dan mempelopori” masuknya kelompok Wahabi Salafi. Akhirnya, pada awal bulan Agustus 2012 masyarakat luas setempat mendesak agar ketua DKM masjid “Nurul-Hidayah” beserta jajarannya segera mengundurkan diri dari jabatan mereka. Alhamdulillah atas seizin Allah SWT keinginan masyarakat luas itu tercapai. Setelah kepengurusan DKM itu mengundurkan diri dan lengser di hadapan para jama’ah, kemudian pada awal September 2012 masyarakat setempat mulai mengadakan pemilihan ketua DKM baru beserta jajarannya, yang beraqidah Ahlussunnah wal Jama’ah. Di bidang fiqih menganut kepada salah satu dari empat imam madzhab, yaitu Maliki, Syafi’I, Hanafi, dan Hanbali. Di bidang aqidah menganut kepada madzhab Asy’ariyah dan Maturidiyah. Dan, di bidang tasawuf menganut kepada Imam Junaedi Al-Baghdadi, Imam Ghazali, dan Imam Abul Hasan Syadzili. Kepengurusan DKM masjid “Nurul-Hidayah” itu membawa angin segar dan melakukan pencerahan keagamaan “Ahlussunnah wal Jama’ah” kepada masyarakat sekitar masjid itu, sehingga kelompok Wahabi Salafi yang beraqidah “Mujassimah” tidak dapat bergerak dengan bebas dan leluasa dalam menyebarkan ajaran mereka. Karena, ruang gerak dakwah mereka selalu diawasi, dipersempit, dan dibatasi. Itulah balasan amal mereka yang suka membid’ah-bid’ahkan dan memusyrikkan-musyrikkan amalan orang lain yang tidak sepaham dengan mereka. Semoga ini menjadi I’tibar (bahan pelajaran) bagi kita !


Tidak ada komentar:

Posting Komentar