Tahlilan adalah kegiatan yang telah mentradisi dikalangan muslimin yang
ada di Indonesia terutama dalam lingkungan yang tersebar dakwah nahdliyin.
Amalan-amalan yang ada dalam tahlilan merupakan amalan yang masyru’
disyariatkan, diantaranya adalah do’a kepada kaum Muslimin yang telah meninggal
dunia. Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman :
ربنا اغفر لي ولوالدي
وللمؤمنين يوم يقوم الحساب
“Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan orang-orang mu'min pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”. (QS. Ibrahim 14 : 41)
رب اغفر لي ولوالدي ولمن دخل بيتي مؤمنا وللمؤمنين والمؤمنات ولا تزد الظالمين إلا تبارا
“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan”. (QS. Nuh 71 : 28)
وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
“dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan” (QS. Muhammad 47 : 19)
والذين جاءوا من بعدهم يقولون ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك رءوف رحيم
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." (QS. al-Hasyr 59 ; 10)
“Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan orang-orang mu'min pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”. (QS. Ibrahim 14 : 41)
رب اغفر لي ولوالدي ولمن دخل بيتي مؤمنا وللمؤمنين والمؤمنات ولا تزد الظالمين إلا تبارا
“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan”. (QS. Nuh 71 : 28)
وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
“dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan” (QS. Muhammad 47 : 19)
والذين جاءوا من بعدهم يقولون ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك رءوف رحيم
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." (QS. al-Hasyr 59 ; 10)
Begitu banyak ayat dan demikian juga dengan hadits Nabi yang menyatakan
bahwa amala-amalan dalam tahlilan adalah disyariatkan. Ada sebuah hadist yang
cukup menarik, hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari bahwasanya 'Aisyah
radliyallah ‘anhaa- berkata : “Alangkah sakitnya kepalaku”, lalu Rasulullah
berkata:
" ذاكِ لوْ كَانَ وَأنَا
حَيّ فأ سْتَغْفِر لكِ
وأدْعُو لَكِ "
"Jika itu terjadi (engkau sakit dan meninggal) dan aku masih hidup maka aku mohon ampun dan berdoa untukmu".
"Jika itu terjadi (engkau sakit dan meninggal) dan aku masih hidup maka aku mohon ampun dan berdoa untukmu".
Frasa “aku berdo’a untukmu”, tentunya meliputi seluruh jenis
do’a dan tujuannya yang baik sesuai dengan keumumannya. Jadi, sangatlah
bijaksana dimana dalam tahlilan setelah pembacaan dzikir-dzikir, shalawat,
al-Qur’an dan lain sebagainya, kemudian di tahlilan ditutup dengan do’a yang
berisi permohonan ampunan untuk mayyit, beri kenikmatan kubur hingga berdo’a
agar pahala yang telah dibaca disampaikan kepada mayyit. Semuanya telah
terangkum dalam do’a diakhir penutup tahlilan. Sedangkan do’a bermanfaat bagi
mayyit, tanpa ada ulama yang memperselisihkan.
Dalam lingkungan nahdliyin perbedaan pendapat dalam masalah furu’ adalah hal yang biasa, bukan sarana berpecah belah. Termasuk diantaranya adalah seandainya memang benar-benar adanya berbeda pendapat dalam hal tahlilan. Telah diketahui sejak dahulu hingga masa kini bahwa tahlilan telah mendarah daging dalam lingkungan NU, artinya tidak ada pertentangan dalam hal tahlilan. Mereka telah mempraktekkannya mulai dari kalangan ‘Ulama, santri hingga masyarakat nahdliyin. Maka, jadilah ini sebagai “ijma’ Nahdlatul ‘Ulama”.
Namun, bagaimana dengan kitab, tulisan –tulisan yang berisi kemakruhan jamuan makan- dan ini banyak beredar di dunia maya (internet) yang disebarkan oleh pengingkar tahlilan. Dalam menyikapi hal ini adalah :
Dalam lingkungan nahdliyin perbedaan pendapat dalam masalah furu’ adalah hal yang biasa, bukan sarana berpecah belah. Termasuk diantaranya adalah seandainya memang benar-benar adanya berbeda pendapat dalam hal tahlilan. Telah diketahui sejak dahulu hingga masa kini bahwa tahlilan telah mendarah daging dalam lingkungan NU, artinya tidak ada pertentangan dalam hal tahlilan. Mereka telah mempraktekkannya mulai dari kalangan ‘Ulama, santri hingga masyarakat nahdliyin. Maka, jadilah ini sebagai “ijma’ Nahdlatul ‘Ulama”.
Namun, bagaimana dengan kitab, tulisan –tulisan yang berisi kemakruhan jamuan makan- dan ini banyak beredar di dunia maya (internet) yang disebarkan oleh pengingkar tahlilan. Dalam menyikapi hal ini adalah :
Kalangan nahdliyin sejak dahulu telah mempraktekkan tahlilan maka
praktek inilah yang dijadikan dasar bahwa nahdliyin menyetujui tahlilan (“maka
jadilah ini semacam ijma’ nu). Jadi siapa nahdliyin yang tidak setuju
tahlilan ? jawabnya tidak ada, kecuali mereka yang memang inkar.
Kebanyakan yang dimakruhkan adalah terkait jamuan tertentu dengan
alasan-alasan tertentu, namun tidak mutlak, dan bukan keseluruhan tahlilan,.
Maka, itu tidak bisa dijadikan dalil untuk menolak tahlilan secara keseluruhan.
Pernyataan (kesimpulan) dari para pengingkar tahlilan yang berdalih
dengan sebagian tulisan-tulisan nahdliyin, tidak bisa di jadikan landasan sama
sekali sebab nadliyin sejak dahulu sudah mempraktekkan tahlilan berdasarkan
kitab-kitab yang menjadi tuntunan mereka, oleh karenanya itu bertentangan
dengan praktek dan pernyataan ulama-ulama nadhliyin lainnya.
Maka, yang dimungkinkan adalah para pengingkar itu –yang pada dasarnya
memang membenci tahlilan- sebenarnya telah keliru menyimpulkan
tulisan-tulisan dari kalangan nahdliyin baik hasil muktamar hingga
buku-buku mereka. Dan kesimpulan mereka tidak perlu di hiraukan sama sekali.
Wallahu A’lam.
Wallahu A’lam.
Tulisan Santri Kampung [Menyikapi Realita]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar