Penjelasan Pengertian Aswaja
Konsep
ASWAJA (Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah) selama ini masih belum dipahami secara
tuntas, sehingga menjadi bahan “rebutan” setiap golongan. Semua kelompok
mengaku dirinya sebagai penganut ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah. Tidak jarang,
label itu digunakan untuk kepentingan sesaat. Jadi, apakah yang dimaksud dengan
Aswaja sebenarnya?
Dalam istilah masyarakat Indonesia, ASWAJA adalah singkatan dari Ahlissunnah Wal Jama’ah. Ada tiga kata yang membentuk istilah tersebut.
a.
AHL, berarti keluarga, golongan atau pengikut.
b. AL – SUNNAH, yaitu segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW.maksudnya, semua yang datang dari Nabi SAW, berupa perbuatan, ucapan dan pengakuan Nabi SAW. (Fath al-Baari juz XII hal 245)
c. AL- JAMAAH, yakni apa yang telah disepakati para sahabat Nabi SAW pada masa Kulafaur Rasyidin
b. AL – SUNNAH, yaitu segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW.maksudnya, semua yang datang dari Nabi SAW, berupa perbuatan, ucapan dan pengakuan Nabi SAW. (Fath al-Baari juz XII hal 245)
c. AL- JAMAAH, yakni apa yang telah disepakati para sahabat Nabi SAW pada masa Kulafaur Rasyidin
Kata
jamaah ini diambil dari sabda Nabi SAW:
“ Barang siapa yang ingin mendapatkan kehidupan yang damai di surga, maka hendaklah ia mengikuti al jamaah (kelompok yang menjaga kebersamaan)”, (HR. Al Tirmidzi (2091), dan Al Hakim ( 1 / 77-78) yang menilainya Sahih dan disetujui oleh Al Hafidz Al Dzahabi). Al-Mustadrak juz I, hal 77-78.
“ Barang siapa yang ingin mendapatkan kehidupan yang damai di surga, maka hendaklah ia mengikuti al jamaah (kelompok yang menjaga kebersamaan)”, (HR. Al Tirmidzi (2091), dan Al Hakim ( 1 / 77-78) yang menilainya Sahih dan disetujui oleh Al Hafidz Al Dzahabi). Al-Mustadrak juz I, hal 77-78.
Sebagaimana
juga telah disebutkan oleh Syaikh Abdul Qodir Al Jilani ( 471 – 561 H / 1077 –
4166 M ) dalam Al – ghunyah li thalibi thariq al – haqq, juz 1, hal. 80,
bahwa Al – Sunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rosulullah SAW (meliputi
ucapan, perilaku serta ketetapan beliau).sedangkan Al – Jamaah adalah
segala sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para sahabat nabi SAW pada masa
khulafaur Rasyidin yang empat, yang telah diberi hidayah Radliyallahu ‘anhum.
Lebih
jelas lagi, hadrotus Syaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari (1287-1336 H / 1871 –
1947 M) menyebutkan dalam kitabnya Ziyadat Ta’liqat, (hal .23 – 24 ) bahwa “
adapun ahli sunnah wal jamaah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadist, dan
ahli fiqih.merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi SAW
dan sunnah khulafaur Rasyidin setelahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat (
Al firqoh Al najiyyah ). Mereka mengatakan bahwa kelompok tersebut sekarang ini
terhimpun dalam madzhab yang empat, yaitu pengikut madzhab Hanafi, Syafi’I,
Maliki dan Hanbali”.
Dari
definisi ini, dapat dipahami bahwa Ahlusunnah Wal Jamaah bukanlah aliran baru
yang muncul sebagai reaksi dari beberapa aliran yang menyimpang dari ajaran
Islam yang haqiqi. Tetapi Ahlu Sunnah Wal Jamaah adalah Islam yang murni
sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi SAW dan sesuai dengan apa yang telah
digariskan serta diamalkan oleh para sahabatnya.
Kaitannya
dengan pengamalan tiga sendi utama ajaran Islam dalam kehidupan sehari – hari,
golongan Ahli Sunnah wal Jamaah mengikuti rumusan yang telah digariskan
oleh ulama salaf. Yakni :
(1) Dalam bidang Theology ( Aqidah / Tauhid) tercerminlah dalam rumusan yang digagas oleh imam al Asy’ari dan imam al Maturidi.
(2) Dalammdzhab fiqih terwujud dengan mengikuti madzhab empat, yakni madzhab al Hanafi, al Syafi’I, al Maliki dan al Hanbali.
(3) Dalam tashawwuf mengikuti imam al Junaidi al Baghdadi dan imam al Ghazali.
(1) Dalam bidang Theology ( Aqidah / Tauhid) tercerminlah dalam rumusan yang digagas oleh imam al Asy’ari dan imam al Maturidi.
(2) Dalammdzhab fiqih terwujud dengan mengikuti madzhab empat, yakni madzhab al Hanafi, al Syafi’I, al Maliki dan al Hanbali.
(3) Dalam tashawwuf mengikuti imam al Junaidi al Baghdadi dan imam al Ghazali.
Sebagai
pembeda dengan yang lain, ada tiga ciri aswaja, yakni tiga sikap yang selalu
diajarkan oleh Nabi SAW dan para sahabatnya yaitu :
(1)
Al Tawasshuth (sikap tengah – tengah, sedang – sedang, tidak ekstrim kiri
ataupun kanan).Disarikan dari firmanAllah SWT:
“Dan
demikianlah kami jadikan kamu sekalian( umat Islam) umat pertengahan (adil dan
pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan)
kamu sekalian.” (QS. Al – Baqarah:143).
(2)
Al Tawazun, (seimbang dalam segala hal, termasuk dalam penggunaan dalil
‘aqli maupun naqli.Firman Allah :
“
Sungguh kami telah mengutus Rasul – rasuil kami dengan membawa bukti kebenaran
yang nyata, dan telah kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca” (QS. Al
– Hadid: 25).
(3)
Al I’tidal (Tegak lurus ).Dalam Al Qur’an Allah SWT berfirman:
“
Wahai orang – oaring yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang – orang
yang tegak membela ( kebenaran ) karena Allah menjadi saksi ( pengukur
kebenaran)yang adil.Dan janganlah kebencian kamu pada suatu qaum menjadikan
kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu lebih mendekatkan
pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Aallah maha
melihat pa yang kamu kerjakan” (QS. Al Maidah: 08 ).
Selain
ketiga prinsip ini, golongan Ahli Sunnah Wal Jamaah juga mengamalkan sikap
tasammuh ( toleransi). Yakni menghargai perbedaan serta menghurmati orang yang
memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun bukan berarti mengakui atau
membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini.
Firman Allah SWT:
“
Maka berbicaralah kamu berdua ( Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS) kepadanya (
Fir’aun) dengan kata – kata yang lemah lembut, mudah – mudahan ia ingat atau
takut.”(QS. Thaha: 44 ).
Ayat
ini berbicara tentang perintah Allah SWT kepada nabi Musa AS dan Nabi Harun AS,
agar berkata dan bersikap baik kepada Fir’aun.Al Hafidz Ibnu Katsir ( 701 – 774
H / 1302 – 1373 M ) ketika menjabarkan ayat ini mengatakan, “ Sesungguhnya
dakwah Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS kepada Fir’aun, adalah menggunakan
perkataan yang penuh belas kasih, lembut, mudah dan ramah. Hal itu dilakukan
suipaya lebih menyentuh hati, lebih dapat diterima dan lebih berfaidah”.(Tafsir
Al – Qur’an Al Azhim, Juz 3,hal 206).
Oleh: KH.
Muhyiddin Abdusshomad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar