Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) adalah
sebuah lembaga pendidikan dan dakwah Islam yang berkedudukan di Surakarta yang
didirikan oleh ustadz Abdullah Thufail Saputra rahimahullah pada tahun
1972 dengan tujuan untuk mengajak umat Islam kembali kepada Al-Qur’an.
Dua puluhan tahun sudah saya aktif
di MTA, tepatnya sejak bulan Oktober 1987 di Cabang Mojosongo Boyolali. Sungguh
suatu fase kehidupan yang membahagiakan dan bersemangat dalam Quran dan Sunnah.
Banyak hal yang saya dapatkan, mulai dari tersadarnya akan perlunya ilmu,
ittiba' dan menjauhi syirik, tidak sekedar ikut-ikutan dalam tradisi
masyarakat, sampai bagaimana memunculkan al haq sebagai suatu perjuangan
dakwah.
MTA Jakarta menjadi awal
keistiqomahan saya di MTA, yang semula mustami' biasa menjadi siswa tetap,
bahkan sampai khususi (bai'at dengan pimpinan MTA). Beberapa tugas atau
kepercayaan yang pernah diberikan Pimpinan Perwakilan kepada saya selama di MTA
Jakarta antara lain, menjadi ketua panitia kurban beberapa kesempatan, ikut
mewakili pertemuan-pertemuan pengurus di MTA Pusat (Pertemuan Ahad Siang),
menjadi ketua Tim Janaiz (sempat menerbitkan buku), dilibatkan dalam pembinaan
calon Cabang di Cikampek (sekarang Karawang) dari tahun 1997, dan moment-moment
penting lainya dalam kegiatan Perwakilan. Terakhir sebelum saya pamit keluar
dari MTA awal tahun 2010, saya masih dipercaya sebagai Koordinator Tim Dakwah
dan Koordinator Satgas untuk Jakarta dan sekitarnya,
Awal mula pencetus kenapa saya pamit
keluar dari MTA adalah adanya statemen MTA bahwa 'Siapa yang berbeda (punya
faham yang beda dengan MTA) lebih baik keluar (dari MTA)'. Saat Ketua
Perwakilan memberitahukan statemen itu secara khusus kepada saya, saat itu juga
langsung saya pamit keluar. Perlu saya tegaskan, keputusan saya bukan didasari
karena ada masalah pribadi dengan persons-persons MTA atau kepengurusan MTA,
murni karena faham dan pendirian. Kenapa ini saya angkat? karena ada rumor
seolah-olah orang yang keluar dari MTA adalah orang-orang yang 'bermasalah'
dalam konotasi negatif. Perlu diketahui juga, malam sebelum saya pamit keluar,
saya masih mengisi pengajian atas nama MTA dan membahas perjodohan lewat
telepon dengan ketua perwakilan sampai hampir setengah-an jam.
Apa alasannya?
Orang akan bertanya, kalau memang
sudah punya faham berbeda kenapa nggak dari awal bersikap?
Waktu itu saya berfikir bahwa saya
bisa memperbaiki dari dalam dengan posisi yang ada. Saya lupa bahwa tidak ada
perintah dari Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam untuk memelihara firqah,
yang ada tentu tinggalkan firqah! (Hadits Hudzaifah)
Ada faham apa sih di MTA
(yang saya selisihi)?
Semula tidak banyak yang saya
selisihi, tapi ternyata berkembang menjadi banyak, dan tersimpul dalam tiga
masalah besar, yaitu masalah jama'ah, aqidah, dan manhaj.
Dalam masalah jama'ah, MTA memiliki Imam sendiri yang
dibai'at, dita'ati dan seterusnya, sebagaimana LDII, Jama'atul Muslimin
(Hizbullah), MMI, Ikhwani dan lain-lain. Kalau mereka ini al-jama'ah
sebagaimana hadits Rasulullah, lantas mana firqah-firqah yang banyak yang
disebutkan Rasulullah. Sudah sangat jelas mereka membangun wala' dan bara' di
atas kelompoknya. (bahkan di sebagian tempat ada boikot terhadap orang yang
keluar dari MTA)
Dalam masalah aqidah, MTA mengingkari syafa'at di
akhirat, mengimani kalau orang islam masuk neraka ya selamanya
sebagaimana pemahaman khawarij/mu'tazilah (tidak ada
jahanamiyyun), mengingkari kesurupan jin,
mengimani bahwa malam lailatul qadr sudah tidak ada lagi, mengimani bahwa Allah tidak
menetapkan taqdir (tapi sebagai sebab akibat
murni, ini pemahaman qadariyah mu'tazilah), tidak mengimani beberapa
peristiwa hari akhir antara lain turunnya Isa, munculnya Dajjal, dan Imam
Mahdi, beraqidah Asy'ariyah dengan menakwilkan asma wa
sifat Allah, istawa nya Allah, wajah Allah, tangan Allah, Allah
dimana-mana, dan lain-lain
Dalam masalah manhaj, metodologi MTA dalam memahami agama adalah mendahulukan akal, kadang mengesampingkan hadits shahih (bila
dianggap menyelisihi Al-Quran), apalagi atsar, atau perkataan para 'ulama
kibar. Dari metodologi ini maka anjingpun jadi
halal, sutera dan emas untuk laki-laki juga
mubah, atau paling banter jadi makruh hukumnya.
Disamping itu, dalam masalah fikh
juga terjerumus dalam bid,ah, padahal
masalah memerangi bid'ah ini menjadi jargon MTA. Sangat ironis memang!
Contohnya, menerapkan zakat tanpa memakai haul dan nishab, orang safar boleh
bertayamum (bahkan menjadi kebiasaan sebagian besar warga MTA) walaupun di
depan mata ada air yang melimpah
Mudah-mudahan blog yang saya garap
ini ada maslahahnya, dan mampu menjawab berbagai permasalahan sebagaimana saya
sebutkan di atas. Inilah perjalananan saya menuju manhaj salaf. Kepada
saudara-saudaraku yang menyempatkan mampir di blog ini, saya berharap kritik
dan sarannya. Akhirnya hanya kepada Allah-lah saya berhajat dan mohon ampun,
semoga blog yang saya kelola ini tercatat sebagai amal shalih. Wallahu a'lam.
Sumber : http://mantan-siswamta.blogspot.com/2012/08/mengapa-saya-keluar-dari-mta-majlis.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar