Ketika kita membaca kalimat diatas maka didalam hati kita sudah tersirat
bahwa kalimat ini akan langsung membuat alergi bagi sebagian kelompok muslimin,
saya akan meringkas penjelasannya secara ‘Aqlan wa syar’an, (logika dan
syariah). Sifat manusia cenderung merayakan sesuatu yang membuat mereka
gembira, apakah keberhasilan, kemenangan, kekayaan atau lainnya, mereka
merayakannya dengan pesta, mabuk mabukan, berjoget bersama, wayang, lenong atau
bentuk pelampiasan kegembiraan lainnya, demikian adat istiadat diseluruh dunia.
kAJIAN hIKAM 73 JUDUL |
Allah merayakan hari kelahiran para Nabi Nya
� Firman Allah : “(Isa berkata dari dalam perut
ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari kelahiranku, dan hari aku wafat, dan
hari aku dibangkitkan” (QS Maryam 33) � Firman Allah :
“Salam Sejahtera dari kami (untuk Yahya as) dihari kelahirannya, dan hari
wafatnya dan hari ia dibangkitkan” (QS Maryam 15) � Rasul saw lahir dengan
keadaan sudah dikhitan (Almustadrak ala shahihain hadits no.4177) Berkata
Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari ibunya yang menjadi pembantunya Aminah ra
bunda Nabi saw, ketika Bunda Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia (ibu
utsman) melihat bintang bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan diatas
kepalanya, lalu ia melihat cahaya terang benderang keluar dari Bunda Nabi saw
hingga membuat terang benderangnya kamar dan rumah (Fathul Bari Almasyhur juz 6
hal 583)
Ketika Rasul saw lahir kemuka bumi beliau langsung bersujud (Sirah Ibn
Hisyam) �
Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan
Nabi saw melihat cahaya yang terang benderang hingga pandangannya menembus dan
melihat Istana Istana Romawi (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583) � Malam
kelahiran Rasul saw itu runtuh singgasana Kaisar Kisra, dan runtuh pula 14 buah
jendela besar di Istana Kisra, dan Padamnya Api di Kekaisaran Persia yang 1000
tahun tak pernah padam. (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583) Kenapa kejadian
kejadian ini dimunculkan oleh Allah swt?, kejadian kejadian besar ini muncul
menandakan kelahiran Nabi saw, dan Allah swt telah merayakan kelahiran Muhammad
Rasulullah saw di Alam ini, sebagaimana Dia swt telah pula membuat salam
sejahtera pada kelahiran Nabi nabi sebelumnya.
Rasulullah saw memuliakan hari kelahiran beliau saw
Ketika beliau saw ditanya mengenai puasa di hari senin, beliau saw
menjawab : “Itu adalah hari kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan”
(Shahih Muslim hadits no.1162). dari hadits ini sebagian saudara2 kita
mengatakan boleh merayakan maulid Nabi saw asal dengan puasa.
Rasul saw jelas jelas memberi pemahaman bahwa hari senin itu berbeda
dihadapan beliau saw daripada hari lainnya, dan hari senin itu adalah hari
kelahiran beliau saw. Karena beliau saw tak menjawab misalnya : “oh puasa
hari senin itu mulia dan boleh boleh saja..”, namun beliau bersabda : “itu
adalah hari kelahiranku”, menunjukkan bagi beliau saw hari kelahiran beliau saw
ada nilai tambah dari hari hari lainnya. Contoh mudah misalnya zeyd bertanya
pada amir : “bagaimana kalau kita berangkat umroh pada 1 Januari?”, maka
amir menjawab : “oh itu hari kelahiran saya”.
Nah.. bukankah jelas jelas bahwa zeyd memahami bahwa 1 januari adalah hari
yang berbeda dari hari hari lainnya bagi amir?, dan amir menyatakan dengan
jelas bahwa 1 januari itu adalah hari kelahirannya, dan berarti amir ini
termasuk orang yang perhatian pada hari kelahirannya, kalau amir tak acuh
dengan hari kelahirannya maka pastilah ia tak perlu menyebut nyebut bahwa 1
januari adalah hari kelahirannya, dan Nabi saw tak memerintahkan puasa hari
senin untuk merayakan kelahirannya, pertanyaan sahabat ini berbeda maksud
dengan jawaban beliau saw yang lebih luas dari sekedar pertanyaannya,
sebagaimana contoh diatas, Amir tak mmerintahkan umroh pada 1 januari karena
itu adalah hari kelahirannya, maka mereka yang berpendapat bahwa boleh
merayakan maulid hanya dengan puasa saja maka tentunya dari dangkalnya
pemahaman terhadap ilmu bahasa.
Orang itu bertanya tentang puasa senin, maksudnya boleh atau tidak?, Rasul
saw menjawab : hari itu hari kelahiranku, menunjukkan hari kelahiran
beliau saw ada nilai tambah pada pribadi beliau saw, sekaligus diperbolehkannya
puasa dihari itu. Maka jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk yang perhatian
pada hari kelahiran beliau saw, karena memang merupakan bermulanya sejarah
bangkitnya islam.
Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw
Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra : “Izinkan aku memujimu wahai
Rasulullah..” maka Rasul saw menjawab: “silahkan..,maka Allah akan membuat
bibirmu terjaga”, maka Abbas ra memuji dengan syair yang panjang,
diantaranya : “… dan engkau (wahai nabi saw) saat hari kelahiranmu maka
terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang, dan langit bercahaya dengan
cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan dalam tuntunan kemuliaan
(Al Qur’an) kami terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala shahihain hadits no.5417)
==Kasih sayang Allah atas kafir yang gembira atas kelahiran Nabi saw==
Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib melihat Abu Lahab dalam mimpinya,
dan Abbas bertanya padanya : “bagaimana keadaanmu?”, abu lahab
menjawab : “di neraka, Cuma diringankan siksaku setiap senin karena aku
membebaskan budakku Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul saw”
(Shahih Bukhari hadits no.4813, Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.13701,
syi’bul iman no.281, fathul baari Almasyhur juz 11 hal 431). Walaupun kafir
terjahat ini dibantai di alam barzakh, namun tentunya Allah berhak menambah
siksanya atau menguranginya menurut kehendak Allah swt, maka Allah
menguranginya setiap hari senin karena telah gembira dengan kelahiran Rasul saw
dengan membebaskan budaknya.
Walaupun mimpi tak dapat dijadikan hujjah untuk memecahkan hukum syariah,
namun mimpi dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah dan lainnya,
misalnya mimpi orang kafir atas kebangkitan Nabi saw, maka tentunya hal itu
dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi saw maka Imam imam diatas yang
meriwayatkan hal itu tentunya menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu benar
adanya, karena diakui oleh imam imam dan mereka tak mengingkarinya.
Rasulullah saw memperbolehkan Syair pujian di masjid
Hassan bin Tsabit ra membaca syair di Masjid Nabawiy yang lalu ditegur oleh
Umar ra, lalu Hassan berkata : “aku sudah baca syair nasyidah disini
dihadapan orang yang lebih mulia dari engkau wahai Umar (yaitu Nabi saw), lalu
Hassan berpaling pada Abu Hurairah ra dan berkata : “bukankah kau dengar
Rasul saw menjawab syairku dengan doa : wahai Allah bantulah ia dengan
ruhulqudus?, maka Abu Hurairah ra berkata : “betul” (shahih Bukhari hadits
no.3040, Shahih Muslim hadits no.2485)
Ini menunjukkan bahwa pembacaan Syair di masjid tidak semuanya haram,
sebagaimana beberapa hadits shahih yang menjelaskan larangan syair di masjid,
namun jelaslah bahwa yang dilarang adalah syair syair yang membawa pada
Ghaflah, pada keduniawian, namun syair syair yang memuji Allah dan Rasul Nya
maka hal itu diperbolehkan oleh Rasul saw bahkan dipuji dan didoakan oleh
beliau saw sebagaimana riwayat diatas, dan masih banyak riwayat lain
sebagaimana dijelaskan bahwa Rasul saw mendirikan mimbar khusus untuk hassan
bin tsabit di masjid agar ia berdiri untuk melantunkan syair syairnya
(Mustadrak ala shahihain hadits no.6058, sunan Attirmidzi hadits no.2846) oleh
Aisyah ra bahwa ketika ada beberapa sahabat yang mengecam Hassan bin Tsabit ra
maka Aisyah ra berkata : “Jangan kalian caci hassan, sungguh ia itu selalu
membanggakan Rasulullah saw”(Musnad Abu Ya’la Juz 8 hal 337).
Pendapat Para Imam dan Muhaddits atas perayaan Maulid
1. Berkata Imam Al Hafidh Ibn Hajar Al Asqalaniy rahimahullah : Telah
jelas dan kuat riwayat yang sampai padaku dari shahihain bahwa Nabi saw datang
ke Madinah dan bertemu dengan Yahudi yang berpuasa hari asyura (10 Muharram),
maka Rasul saw bertanya maka mereka berkata : “hari ini hari
ditenggelamkannya Fir’aun dan Allah menyelamatkan Musa, maka kami berpuasa
sebagai tanda syukur pada Allah swt, maka bersabda Rasul saw : “kita lebih
berhak atas Musa as dari kalian”, maka diambillah darinya perbuatan bersyukur
atas anugerah yang diberikan pada suatu hari tertentu setiap tahunnya, dan
syukur kepada Allah bisa didapatkan dengan pelbagai cara, seperti sujud syukur,
puasa, shadaqah, membaca Alqur’an, maka nikmat apalagi yang melebihi kebangkitan
Nabi ini?, telah berfirman Allah swt “SUNGGUH ALLAH TELAH MEMBERIKAN ANUGERAH
PADA ORANG ORANG MUKMININ KETIKA DIBANGKITKANNYA RASUL DARI MEREKA” (QS Al
Imran 164)
2. Pendapat Imam Al Hafidh Jalaluddin Assuyuthi rahimahullah : Telah
jelas padaku bahwa telah muncul riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw ber akikah
untuk dirinya setelah beliau saw menjadi Nabi (Ahaditsulmukhtarah hadis no.1832
dengan sanad shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 9 hal.300), dan telah
diriwayatkan bahwa telah ber Akikah untuknya kakeknya Abdulmuttalib saat usia
beliau saw 7 tahun, dan akikah tak mungkin diperbuat dua kali, maka jelaslah
bahwa akikah beliau saw yang kedua atas dirinya adalah sebagai tanda syukur
beliau saw kepada Allah swt yang telah membangkitkan beliau saw sebagai
Rahmatan lil’aalamiin dan membawa Syariah utk ummatnya, maka sebaiknya bagi
kita juga untuk menunjukkan tasyakkuran dengan Maulid beliau saw dengan
mengumpulkan teman teman dan saudara saudara, menjamu dengan makanan makanan
dan yang serupa itu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kebahagiaan. bahkan
Imam Assuyuthiy mengarang sebuah buku khusus mengenai perayaan maulid dengan
nama : “Husnulmaqshad fii ‘amalilmaulid”.
3. Pendapat Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam
Nawawi) : Merupakan Bid’ah hasanah yang mulia dizaman kita ini adalah
perbuatan yang diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan
banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal
itu memuliakan Rasul saw dan membangkitkan rasa cinta pada beliau saw, dan
bersyukur kepada Allah dengan kelahiran Nabi saw.
4. Pendapat Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljazriy rahimahullah dalam
kitabnya ‘Urif bitta’rif Maulidissyariif : Telah diriwayatkan Abu Lahab
diperlihatkan dalam mimpi dan ditanya apa keadaanmu?, ia menjawab : “di
neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap malam senin, itu semua sebab aku
membebaskan budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku atas kelahiran Nabi (saw) dan
karena Tsuwaibah menyusuinya (saw)” (shahih Bukhari). maka apabila Abu Lahab
Kafir yang Alqur’an turun mengatakannya di neraka mendapat keringanan sebab ia
gembira dengan kelahiran Nabi saw, maka bagaimana dengan muslim ummat Muhammad
saw yang gembira atas kelahiran Nabi saw?, maka demi usiaku, sungguh balasan
dari Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh sungguh ia akan dimasukkan ke sorga
kenikmatan Nya dengan sebab anugerah Nya.
5. Pendapat Imam Al Hafidh Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy dalam
kitabnya Mauridusshaadiy fii maulidil Haadiy : Serupa dengan ucapan Imamul
Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljuzri, yaitu menukil hadits Abu Lahab
6. Pendapat Imam Al Hafidh Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah
Berkata ”tidak dilaksanakan maulid oleh salaf hingga abad ke tiga, tapi
dilaksanakan setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat islam di seluruh
pelosok dunia dan bersedekah pada malamnya dengan berbagai macam sedekah dan
memperhatikan pembacaan maulid, dan berlimpah terhadap mereka keberkahan yang
sangat besar”.
7. Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah Dalam syarahnya maulid ibn hajar
berkata : ”ketahuilah salah satu bid’ah hasanah adalah pelaksanaan maulid
di bulan kelahiran nabi saw”
8. Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah Dengan karangan maulidnya yang
terkenal ”al aruus” juga beliau berkata tentang pembacaan maulid, ”Sesungguhnya
membawa keselamatan tahun itu, dan berita gembira dengan tercapai semua maksud
dan keinginan bagi siapa yang membacanya serta merayakannya”.
9. Imam Al Hafidh Al Qasthalaniy rahimahullah Dalam kitabnya Al
Mawahibulladunniyyah juz 1 hal 148 cetakan al maktab al islami berkata: ”Maka
Allah akan menurukan rahmat Nya kpd orang yang menjadikan hari kelahiran Nabi
saw sebagai hari besar”.
10. Imam Al hafidh Al Muhaddis Abulkhattab Umar bin Ali bin Muhammad yang
terkenal dengan Ibn Dihyah alkalbi Dengan karangan maulidnya yang bernama
”Attanwir fi maulid basyir an nadzir”
11. Imam Al Hafidh Al Muhaddits Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Aljuzri
Dengan maulidnya ”urfu at ta’rif bi maulid assyarif”
12. Imam al Hafidh Ibn Katsir Yang karangan kitab maulidnya dikenal dengan
nama : ”maulid ibn katsir”
13. Imam Al Hafidh Al ’Iraqy Dengan maulidnya ”maurid al hana fi maulid
assana”
14. Imam Al Hafidh Nasruddin Addimasyqiy Telah mengarang beberapa
maulid : Jaami’ al astar fi maulid nabi al mukhtar 3 jilid, Al lafad
arra’iq fi maulid khair al khalaiq, Maurud asshadi fi maulid al hadi.
15. Imam assyakhawiy Dengan maulidnya al fajr al ulwi fi maulid an nabawi
16. Al allamah al faqih Ali zainal Abidin As syamhudi Dengan maulidnya al
mawarid al haniah fi maulid khairil bariyyah
17. Al Imam Hafidz Wajihuddin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad As syaibaniy
yang terkenal dengan ibn diba’ Dengan maulidnya addiba’i
18. Imam ibn hajar al haitsami Dengan maulidnya itmam anni’mah alal alam bi
maulid syayidi waladu adam
19. Imam Ibrahim Baajuri Mengarang hasiah atas maulid ibn hajar dengan nama
tuhfa al basyar ala maulid ibn hajar
20. Al Allamah Ali Al Qari’ Dengan maulidnya maurud arrowi fi maulid nabawi
21. Al Allamah al Muhaddits Ja’far bin Hasan Al barzanji Dengan maulidnya
yang terkenal maulid barzanji
23. Al Imam Al Muhaddis Muhammad bin Jakfar al Kattani Dengan maulid Al
yaman wal is’ad bi maulid khair al ibad
24. Al Allamah Syeikh Yusuf bin ismail An Nabhaniy Dengan maulid jawahir an
nadmu al badi’ fi maulid as syafi’
25. Imam Ibrahim Assyaibaniy Dengan maulid al maulid mustofa adnaani
26. Imam Abdulghaniy Annanablisiy Dengan maulid Al Alam Al Ahmadi fi maulid
muhammadi”
27. Syihabuddin Al Halwani Dengan maulid fath al latif fi syarah maulid
assyarif
28. Imam Ahmad bin Muhammad Addimyati Dengan maulid Al Kaukab al azhar alal
‘iqdu al jauhar fi maulid nadi al azhar
29. Asyeikh Ali Attanthowiy Dengan maulid nur as shofa’ fi maulid al mustofa
30. As syeikh Muhammad Al maghribi Dengan maulid at tajaliat al khifiah fi
maulid khoir al bariah.
Tiada satupun para Muhadditsin dan para Imam yang menentang dan melarang
hal ini, mengenai beberapa pernyataan pada Imam dan Muhadditsin yang menentang
maulid sebagaimana disampaikan oleh kalangan anti maulid, maka mereka ternyata
hanya menggunting dan memotong ucapan para Imam itu, dengan kelicikan yang
jelas jelas meniru kelicikan para misionaris dalam menghancurkan Islam.
Berdiri saat Mahal Qiyam dalam pembacaan Maulid
Mengenai berdiri saat maulid ini, merupakan Qiyas dari menyambut kedatangan
Islam dan Syariah Rasul saw, dan menunjukkan semangat atas kedatangan sang
pembawa risalah pada kehidupan kita, hal ini lumrah saja, sebagaimana
penghormatan yang dianjurkan oleh Rasul saw adalah berdiri, sebagaimana
diriwayatkan ketika sa’ad bin Mu’adz ra datang maka Rasul saw berkata kepada
kaum anshar : “Berdirilah untuk tuan kalian” (shahih Bukhari hadits
no.2878, Shahih Muslim hadits no.1768), demikian pula berdirinya Thalhah ra
untuk Ka’b bin Malik ra.
Memang mengenai berdiri penghormatan ini ada ikhtilaf ulama, sebagaimana
yang dijelaskan bahwa berkata Imam Alkhattabiy bahwa berdirinya bawahan untuk
majikannya, juga berdirinya murid untuk kedatangan gurunya, dan berdiri untuk
kedatangan Imam yang adil dan yang semacamnya merupakan hal yang baik, dan
berkata Imam Bukhari bahwa yang dilarang adalah berdiri untuk pemimpin yang
duduk, dan Imam Nawawi yang berpendapat bila berdiri untuk penghargaan maka
taka apa, sebagaimana Nabi saw berdiri untuk kedatangan putrinya Fathimah ra
saat ia datang, namun adapula pendapat lain yang melarang berdiri untuk
penghormatan.(Rujuk Fathul Baari Almasyhur Juz 11 dan Syarh Imam Nawawi ala
shahih muslim juz 12 hal 93)
Namun dari semua pendapat itu, tentulah berdiri saat mahal qiyam dalam
membaca maulid itu tak ada hubungan apa apa dengan semua perselisihan itu,
karena Rasul saw tidak dhohir dalam pembacaan maulid itu, lepas dari anggapan
ruh Rasul saw hadir saat pembacaan maulid, itu bukan pembahasan kita, masalah
seperti itu adalah masalah ghaib yang tak bisa disyarahkan dengan hukum dhohir,
semua ucapan diatas adalah perbedaan pendapat mengenai berdiri penghormatan
yang Rasul saw pernah melarang agar sahabat tak berdiri untuk memuliakan beliau
saw.
Jauh berbeda bila kita yang berdiri penghormatan mengingat jasa beliau saw,
tak terikat dengan beliau hadir atau tidak, bahwa berdiri kita adalah bentuk
semangat kita menyambut risalah Nabi saw, dan penghormatan kita kepada
kedatangan Islam, dan kerinduan kita pada nabi saw, sebagaimana kita bersalam
pada Nabi saw setiap kita shalat pun kita tak melihat beliau saw.
Diriwayatkan bahwa Imam Al hafidh Taqiyuddin Assubkiy rahimahullah, seorang
Imam Besar dan terkemuka dizamannya bahwa ia berkumpul bersama para Muhaddits
dan Imam Imam besar dizamannya dalam perkumpulan yang padanya dibacakan puji
pujian untuk nabi saw, lalu diantara syair syair itu merekapun seraya berdiri
termasuk Imam Assubkiy dan seluruh Imam imam yang hadir bersamanya, dan
didapatkan kesejukan yang luhur dan cukuplah perbuatan mereka itu sebagai
panutan, dan berkata Imam Ibn Hajar Alhaitsamiy rahimahullah bahwa Bid’ah
hasanah sudah menjadi kesepakatan para imam bahwa itu merupakan hal yang
sunnah, (berlandaskan hadist shahih muslim no.1017 yang terncantum pada Bab
Bid’ah) yaitu bila dilakukan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak
mendapat dosa, dan mengadakan maulid itu adalah salah satu Bid’ah hasanah, Dan
berkata pula Imam Assakhawiy rahimahullah bahwa mulai abad ketiga hijriyah
mulailah hal ini dirayakan dengan banyak sedekah dan perayaan agung ini
diseluruh dunia dan membawa keberkahan bagi mereka yang mengadakannya. (Sirah
Al Halabiyah Juz 1 hal 137)
Pada hakekatnya, perayaan maulid ini bertujuan mengumpulkan muslimin untuk
Medan Tablig dan bersilaturahmi sekaligus mendengarkan ceramah islami yang
diselingi bershalawat dan salam pada Rasul saw, dan puji pujian pada Allah dan
Rasul saw yang sudah diperbolehkan oleh Rasul saw, dan untuk mengembalikan
kecintaan mereka pada Rasul saw, maka semua maksud ini tujuannya adalah
kebangkitan risalah pada ummat yang dalam ghaflah, maka Imam dan Fuqaha manapun
tak akan ada yang mengingkarinya karena jelas jelas merupakan salah satu cara
membangkitkan keimanan muslimin, hal semacam ini tak pantas dimungkiri oleh
setiap muslimin aqlan wa syar’an (secara logika dan hukum syariah), karena hal
ini merupakan hal yang mustahab (yang dicintai), sebagaiman kaidah syariah
bahwa “Maa Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib”, semua yang menjadi penyebab
kewajiban dengannya maka hukumnya wajib.
Contohnya saja bila sebagaimana kita ketahui bahwa menutup aurat dalam
shalat hukumnya wajib, dan membeli baju hukumnya mubah, namun suatu waktu saat
kita akan melakukan shalat kebetulan kita tak punya baju penutup aurat kecuali
harus membeli dulu, maka membeli baju hukumnya berubah menjadi wajib, karena
perlu dipakai untuk melaksanakan shalat yang wajib .
Contoh lain misalnya sunnah menggunakan siwak, dan membuat kantong baju
hukumnya mubah saja, lalu saat akan bepergian kita akan membawa siwak dan baju
kita tak berkantong, maka perlulah bagi kita membuat kantong baju untuk menaruh
siwak, maka membuat kantong baju di pakaian kita menjadi sunnah hukumnya,
karena diperlukan untuk menaruh siwak yang hukumnya sunnah.
Maka perayaan Maulid Nabi saw diadakan untuk Medan Tablig dan Dakwah, dan
dakwah merupakan hal yang wajib pada suatu kaum bila dalam kemungkaran, dan
ummat sudah tak perduli dengan Nabinya saw, tak pula perduli apalagi mencintai
sang Nabi saw dan rindu pada sunnah beliau saw, dan untuk mencapai tablig ini
adalah dengan perayaan Maulid Nabi saw, maka perayaan maulid ini menjadi wajib,
karena menjadi perantara Tablig dan Dakwah serta pengenalan sejarah sang Nabi
saw serta silaturahmi.
Sebagaimana penulisan Alqur’an yang merupakan hal yang tak perlu dizaman
nabi saw, namun menjadi sunnah hukumnya di masa para sahabat karena sahabat
mulai banyak yang membutuhkan penjelasan Alqur’an, dan menjadi wajib hukumnya
setelah banyaknya para sahabat yang wafat, karena ditakutkan sirnanya Alqur’an
dari ummat, walaupun Allah telah menjelaskan bahwa Alqur’an telah dijaga oleh
Allah.
Hal semacam in telah difahami dan dijelaskan oleh para khulafa’urrasyidin,
sahabat radhiyallahu’anhum, Imam dan Muhadditsin, para ulama, fuqaha dan bahkan
orang muslimin yang awam, namun hanya sebagian saudara saudara kita muslimin
yang masih bersikeras untuk menentangnya, semoga Allah memberi mereka keluasan
hati dan kejernihan, amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar