lengsernya
salafi di tangerang
Di mana-mana Wahabi Salafi selalu
membuat masalah di dalam penyebaran dakwah mereka. Mereka tidak segan-segan
memvonis bid’ah dan musyrik secara sembarangan kepada orang-orang beriman yang
tidak sepaham dengan mereka. Olehkarena itu, dakwah mereka harus segera
diluruskan agar tidak menimbulkan pertengkaran dan perpecahan di kalangan umat
Islam, dan tidak menjadikan ancaman bagi kehidupan masyarakat yang berbangsa
dan bernegara, seperti apa yang terjadi di masyarakat Perum Pondok Makmur
Kotabaru (dekat Kotabumi), Kabupaten Tangerang – Propinsi Banten. Sebelum awal
tahun 2011 suasana kehidupan di lingkungan masyarakat masjid “Nurul Hidayah”
Perumahan Pondok Makmur Kotabaru
Kabupaten Tangerang berjalan dengan aman dan
penuh kedamaian, meskipun ada sedikit masalah khilafiyah yang terjadi di
masyarakat itu. Karena, di masyarakat itu jika ada permasalahan yang dapat
menimbulkan perpecahan dan pertentangan, mereka dapat meredamnya dengan sangat
baik sekali dan mengedepankan toleransi atau tasamuh (saling hormat-menghormati
satu sama lain), sehingga permasalahan itu dapat diselsaikan dengan baik tanpa
menimbulkan perpecahan dan pertentangan sedikitpun juga. Mereka juga suka
saling tolong-menolong satu sama lain, sering bertukar pikiran pendapat, dan
berbagi pengalaman dalam masalah yang menyangkut kehidupan mereka. Hampir di
setiap malam, baik malam Ahad maupun malam liburan kerja lainnya, masjid “Nurul
Hidayah” yang berada di sana banyak dikunjungi jama’ah dan jumlahnya cukup
ramai untuk melaksanakan kegiatan ibadah shalat dan kegiatan keislaman lainnya
yang sudah menjadi tradisi di masyarakat itu. Kegiatan tersebut berlangsung
cukup lama sekali dan tidak ada seorangpun yang berani mengusik atau usilan
terhadap kegiatan keagamaan yang mereka lakukan. Namun, sangat disayangkan
sekali, di pertengahan tahun 2011, kehidupan keagamaan masyarakat itu, yang
tadinya penuh dengan kedamaian dan mempunyai rasa toleransi, kini berganti
dengan pertentangan dan pertengkaran setelah kedatangan kelompok Wahabi Salafi,
yang dipimpin oleh seorang ustadz berinisial “K”. Hal itu sangat mempengaruhi
keberadaan masjid “Nurul Hidayah”, yang tadinya ramai dikunjungi jama’ah,
sehingga semakin hari semakin berkurang saja jama’ahnya. Bahkan di antara
sesama jama’ahpun saling bertengkar dan membenci hanya karena urusan sepele di
seputar masalah “khilafiyah”, yaitu mengenai apa yang suka dibid’ah-bid’ahkan
dan dimusyrikkan-musyrikkan oleh jama’ah Wahabi Salafi yang tidak berakhlak
itu, seperti masalah tahlilan, tawasullan, selamatan kematian, dzikir berjama’ah,
peingatan maulid Nabi SAW dan sebagainya. Padahal sebelumnya, ustadz Wahabi
Salafi yang bernama Kusnadi. Julukannya: Abu Abdillah.”
itu tidak diterima kehadiran dakwahnya di masjid-masjid di sekitar Kotabumi
Kabupaten Tangerang, termasuk masjid yang dimiliki Muhammadiyah. Karena, di
setiap isi dakwahnya selalu dipenuhi dengan cercaan, makian, dan hinaan
terhadap amalan-amalan yang tidak sepaham dengannya. Sehingga, hal itu dapat
menjadikankan fitnah, yang dapat menimbulkan kebencian dan perpecahan di
tengah-tengah masyarakat. Dalam penyampaian dakwahnya, ustadz “K” melarang
mengadakan Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), seperti Maulid Nabi SAW, Isra’
Mi’raj, melarang selamatan kematian dan sebagainya. Katanya, semua peringatan
itu tidak ada tuntunannya dari Nabi SAW dan berasal dari kaum Yahudi dan
Nasrani dan merupakan tradisi agama Hindu / Budha. Jadi, semuanya bid’ad dan
setiap bid’ah itu sesat dan masuk neraka. Sabda Nabi SAW: وَكُلُّ
مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
"Dan semua perkara yang baru adalah bid'ah dan seluruh bid'ah adalah
kesesatan dan seluruh kesesatan di neraka" (HR An-Nasaai no 1578).
Begitupula, ustadz “K” mengajarkan aqidah mujassimah Wahabi Salafi kepada
masyarakat termasuk anak-anak, seperti Allah bertempat di Arasy, Allah punya
tangan, wajah, dan sebagainya. Berarti dia menyamakan Allah SWT dengan makhluk,
meskipun sesuai dengan keagungan-Nya. Jadi, aqidah yang dia ajarkan
bertentangan dengan aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah. Karena, di antara sifat
yang wajib bagi Allah itu adalah “Al-Mukhalafah lil Hawadits”. Artinya: Allah
berbeda dengan makhluk. Sedangkan, lawan dari sifat “Al-Mukhalafah lil
Hawadits” adalah sifat “Al-Mumatsalah lil Hawadits”. Artinya” Allah tidak sama
seperti makhluk”, yang merupakan salah satu sifat yang mustahiil bagi Allah
SWT. Dalam ilmu aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah, di antara sifat yang wajib bagi
Allah SWT adalah sifat "Al-Mukhalafah lil Hawaditsi". Artinya: Allah
SWT berbeda dengan makhluk, baik dalam segi dzat-Nya, sifat-sifat-Nya, maupun
pekerjaan-pekerjaan-Nya, sebagaimana diterangkan dalam kitab "Tijan
ad-Darari" karya Syeikh Nawawi bin Umar Al-Bantani halaman 9-10, cetakan
"Darul Kutub al-Islamiyyah", Kalibata - Jakarta Selatan, yang artinya
sebagai berikut: Dan wajib bagi hak Allah ta'ala bersifat Al-Mukhalafah lil
Hawaditsi (berbeda dengan sekalian makhluk). Adapun sifat berbeda dengan
sekalian makhluk adalah sebuah ungkapan tentang peniadaan sesuatu yang
berkaitan dengan jirim (bentuk suatu benda, baik benda hidup maupun benda
mati), 'aradh (sifat makhluk), keseluruhan (universal), bagian-bagian
(parsial), dan kelaziman-kelazimannya (ketetapan-ketetapan yang tidak terlepas
darinya) dari Dzat Allah SWT. Kelaziman kategori 'jirim' adalah menempati suatu
tempat. Kelaziman kategori 'aradh' tetap pada dzat lain suatu benda. Kelaziman
kategori 'universal' adalah berukuran besar. Kelaziman kategori 'parsial'
adalah berukuran kecil, dan lain sebagainya. Adapun artinya sifat
"Al-Mukhalafah lil Hawaditsi" sebagaimana yang telah diceritakan
adalah bahwa Allah ta'ala tidak sama dengan sekalian makhluk. Olehkarena itu,
apabila setan melontarkan kata-kata di dalam hatimu, yaitu: Apabila Dia bukan
jirim, bukan 'aradh, bukan universal, dan bukan pula parsial, maka apakah
hakekatnya Dia? Jawablah oleh engkau untuk menyanggah perkataannya tersebut !:
Tidak ada yang mengetahui Allah kecuali Allah sendiri. Tidak ada sesuatu pun
yang dapat menyerupai-Nya. Dia adalah Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha
Melihat. Dia bukanlah jisim (benda atau materi) yang bisa digambarkan dan bukan
pula jauhar (benda atau materi terkecil) yang dapat dibatasi dan diperkirakan
ukurannya. Dia tidak mempunyai tangan, mata, telinga dan lain sebagainya dari
sifat-sifat sekalian makhluk. Karena, Dia tidak menyerupai jisim-jisim
(bentu-bentuk suatu benda atau materi), tidak di dalam ukurannya, dan tidak
pula bisa dibagi-bagi. Begitupula, jauhar (benda atau materi terkecil) tidak
dapat menempati-Nya. Dia bukanlah 'Aradh (sifat makhluk), dan 'aradh-aradh
tidak dapat menempati-Nya. Dia tidak menyerupai sesuatu yang maujud (pada
makhluk), dan sesuatu yang maujud /ada tidak dapat menyerupai-Nya. Dia tidak
bisa dibatas oleh ukuran. Dia tidak bisa diliputi oleh sudut-sudut tempat dan
arah. Begitupula, Dia tidak bisa dikelilingi oleh bumi dan langit. Meskipun
demikian, Dia lebih dekat kepada hamba-Nya daripada urat-urat nadi. Dia Maha
Menyaksikan atas segala sesuatu. Kedekatan-Nya tidak sama seperti kedekatan
bentuk-bentuk makhluk. Maha Luhur Allah dari anggapan bahwa Dia terlingkupi
oleh tempat, sebagaimana ke-Maha Suci-an Dia dari anggapan bahwa Dia dapat
dibatasi oleh zaman. Dia Maha Ada sebelum zaman dan tempat diciptakan. Adanya
Dia sekarang sebagaimana adanya Dia dahulu. Lawan dari sifat "Al-Mukhalafah
lil Hawaditsi" adalah Al-Mumatsalah lil Hawaditsi (menyerupai makhluk).
Adapun dalilnya sifat "Al-Mukhalafah lil Hawaditsi adalah: Seandainya
Allah tidak berbeda dengan makhluk, maka Dia menyerupainya. Namun, menyerupai
makhluk itu adalah sesuatu yang bathil. Karena, seandainya Dia menyerupai
makhluk, maka Dia bersifat baru sepertinya halnya makhluk. Karena, semua
ketetapan suatu benda bagi salah satu dua benda yang sama dapat memberikan
ketetapan bagi benda yang lainnya. Akan tetapi, Dia bersifat baru, itu merupakan
sesuatu yang mustahil. Karena, sesungguhnya telah ada dalil atas wajibnya sifat
"Qadim" bagi Allah ta'ala. Dan ketika wajib bagi Allah ta'ala sifat
"Al-Mukhalafah lil Hawaditsi", maka mustahil bagi-Nya lawan sifat
tersebut. Adapun gambaran (penjelasan) dari sifat mustahil bagi Allah ta'ala,
"Al-Mumatsalah lil Hawaditsi (menyerupai makhluk)" ada sepuluh
perkara, yaitu: 1. Mustahil adanya Allah ta'ala itu berbentuk jirim (bentuk
suatu makhluk), baik jirim murakkab yang disebut "jisim", maupun
jirim ghoir murakkab yang disebut "jauhar fard". 2. Mustahil adanya
Allah ta'ala itu berbentuk 'aradh, yang menempati jirim. 3. Mustahil adanya
Allah ta'ala itu berada pada suatu arah dari jirim. Olehkarena itu, Dia tidak
berada di atas 'arasy. Begitupula, Dia tidak berada di bawahnya, di sebelah
kanannya, dan tidak pula berada di bagian arah-arah yang lain. 4. Mustahil
Allah ta'ala itu mempunyai arah. Karena, Dia tidak mempunyai arah di bagian
atas, bawah, kanan, kiri dari Dzat-Nya, dan lain sebagainya. 5. Mustahil Allah
ta'ala itu menempati suatu tempat. 6. Mustahil Allah ta'ala itu terikat dengan
suatu zaman, sedangkan gerakan-gerakan cakrawala di angkasa raya (seperti
galaksi, planet dsb) berada dalam ruang lingkup zaman (waktu). 7. Mustahil
terjadinya silih pergantian atas-Nya dua hal yang baru, yaitu siang dan malam.
8. Mustahil Dzat Allah ta'ala Yang Maha Luhur itu tersifatkan dengan
sifat-sifat makhluk yang baru, seperti kekuasaan yang baru, kehendak yang baru,
gerakan atau diam, putih atau hitam, dan lain sebagainya. 9. Mustahil Dzat
Allah ta'ala tersifatkan dengan kecil atau besar dengan arti yang banyak
bagian-bagian-Nya. 10. Mustahil Allah ta'ala itu tersifatkan dengan
tujuan-tujuan di dalam penciptaan-penciptaan-Nya, hukum-hukum-Nya. Olehkarena
itu, tidak ada hal itu di dalam penciptaan-Nya, seperti menciptakan Zaed karena
ada suatu tujuan tertentu, yaitu karena ada kemashlahatan yang dapat
membangkitkan semangat untuk melakukan perbuatan-Nya itu. Olehkarena itu, tidak
bisa dipungkiri bahwa penciptaan Allah ta'ala tersebut karena ada hikmahnya.
Seandainya tidak, maka perbuatan-Nya itu adalah perbuatan yang sia-sia.
Sedangkan, perbuatan yang sia-sia itu mustahil berada pada hak Allah ta'ala.
Masuk dan diterimanya kelompok Wahabi Salafi ke dalam masjid “Nurul-Hidayah”
Perum Pondok Makmur Kotabaru Kabupaten Tangerang itu tidak lain karena peran
serta ketua Dewan Kepengurusan Masjid (DKM) itu sendiri. Karena, mereka
menggunakan strategi dakwah yang penuh dengan kelicikan dengan memutarbalikan
fakta hukum dan sejarah. Selain itu, untuk memuluskan dan mengembangkan visi
dan misi mereka, mereka terus melakukan pendekatan, mempengaruhi, dan berusaha
mengambil hati para pengurus DKM itu dengan berbagai macam cara, sehingga
lama-kelamaan semua pengurus masjid yang terdiri dari orang-orang yang masih
awam dalam beragama itu terpengaruh dan terkena virus Wahabi Salafi. Akhirnya
dakwah mereka diterima dan disambut dengan baik. Bahkan, mereka diizinkan
untukm mengadakan pengajian rutinan mingguan, yang jama’ahnya didatangkan dari
luar yang bukan dari anggota masyarakat Perum Pondok Makmur Kotabaru Kabupaten
Tangerang. Untuk keberlangsungan pengajian rutinan mingguan itu, ketua DKM
masjid “Nurul-Hidayah” berusaha membantu mencarikan kontrakan dan membiayai
ustadz “K” untuk tinggal di dekat masjid itu. Bukan hanya itu saja, dia juga
berusaha mencarikan kontrakan yang masih kosong untuk dijadikan tempat tinggal
para pengikutnya, sehingga rumah-rumah kontrakan di sekitar masjid
“Nurul-Hidayah” itu semuanya dipenuhi oleh para penghuni jama’ah Wahabi Salafi.
Akhirnya untuk memuluskan jalan dakwah mereka, masjid itu dikuasai oleh jama’ah
mereka (Wahabi Salafi), bahkan tak jarang di dalam imam shalat rawatib pun
diangkat dari golongan mereka atas mandat dan periintah ketua DKM Masjid
“Nurul-Hidayah”, yang sudah terkna pengaruh ajaran Wahabi / Salafi (Wahabisme /
Salafisme). Kemudian, di awal tahun 2012, mereka berhasil menjalankan visi dan
misi Wahabi Salafi dengan menduduki dan menguasai masjid “Nurul-Hidayah”.
Pengajian rutinan, baik harian maupun mingguanpun berjalan dengan tertib dan
lancar sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Akhirnya, segala bentuk kegiatan
yang berkaitan dengan nilai ibadah (‘ubudiyah) yang tidak sesuai dengan paham
mereka sedikit demi sedikit mereka rubah dan tiadakan, bahkan pengajian ibu-ibu
pada setiap hari Jum’at pun sempat dihentikan. Karena, mereka menilai bahwa
perbuatan itu termasuk perbuatan bid’ah dan dilarang dalam syari’at Islam.
Bukan hanya itu saja, puncaknya pada bulan Ramadhan 1432 H. / Agustus 2012 M,
ibadah shalat tarawih pun dirubah total, yang tadinya dua puluh raka’at dirubah
menjadi delapan raka’at dan tanpa dzikir dan do’a setelah selesai melaksanakan
shalat tarawih dan witir, hingga setiap kegiatan “Kultum” di bulan suci
Ramadhan pun diisi dan dinominasi oleh para penceramah dari ustadz-ustadz
Wahabi Salafi. Kemudian, pada awal bulan Juli 2012 mayoritas masyarakat tidak
menerima dan bersebrangan dengan dakwah yang dibawa mereka, sehingga masyarakat
setempat mengadakan pergerakan secara diam-diam untuk melengserkan kepengurusan
DKM masjid “Nurul-Hidayah” Perum Pondok Makmur Kotabaru Kabupaten Tangerang,
yang mem-“back up dan mempelopori” masuknya kelompok Wahabi Salafi. Akhirnya,
pada awal bulan Agustus 2012 masyarakat luas setempat mendesak agar ketua DKM
masjid “Nurul-Hidayah” beserta jajarannya segera mengundurkan diri dari jabatan
mereka. Alhamdulillah atas seizin Allah SWT keinginan masyarakat luas itu
tercapai. Setelah kepengurusan DKM itu mengundurkan diri dan lengser di hadapan
para jama’ah, kemudian pada awal September 2012 masyarakat setempat mulai
mengadakan pemilihan ketua DKM baru beserta jajarannya, yang beraqidah
Ahlussunnah wal Jama’ah. Di bidang fiqih menganut kepada salah satu dari empat
imam madzhab, yaitu Maliki, Syafi’I, Hanafi, dan Hanbali. Di bidang aqidah
menganut kepada madzhab Asy’ariyah dan Maturidiyah. Dan, di bidang tasawuf
menganut kepada Imam Junaedi Al-Baghdadi, Imam Ghazali, dan Imam Abul Hasan
Syadzili. Kepengurusan DKM masjid “Nurul-Hidayah” itu membawa angin segar dan
melakukan pencerahan keagamaan “Ahlussunnah wal Jama’ah” kepada masyarakat
sekitar masjid itu, sehingga kelompok Wahabi Salafi yang beraqidah “Mujassimah”
tidak dapat bergerak dengan bebas dan leluasa dalam menyebarkan ajaran mereka.
Karena, ruang gerak dakwah mereka selalu diawasi, dipersempit, dan dibatasi.
Itulah balasan amal mereka yang suka membid’ah-bid’ahkan dan
memusyrikkan-musyrikkan amalan orang lain yang tidak sepaham dengan mereka.
Semoga ini menjadi I’tibar (bahan pelajaran) bagi kita !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar